Sejak November males ngeblog. Lagi dapat menstruasi, 'kali. Padahal saban hari kalau gak di depan desktop, ya memangku laptop. Males saja. Kalau meminjam istilah anak saya, ngeblog "emang penting?"
Tapi supaya kelihatan urut, saya akan catat beberapa peristiwa yang bisa dianggp "emang penting" berikut ini:
Tanggal 24 November lalu saya ulangtahun. Malamnya saya sudah tahu.Tapi pagi2nya, bangun saya kura2 dalam perahu saja. HP yang setiap saya tidur saya setel ke flioght mode, saya nyalakan. Eh, masuk beberapa SMS. Selamat ulang tahun... dari anak2, Maria, adik2, ipar........ teman2 dekat al dari penyakir Adri Darmaji Woko yang tak pernah lupa hari2 penting saya. Teman dekat saya lainnya sepeerti dramawan Dharnoto, malah SMS keesokan harinya: "Wahuh lupa, Jun, gara2 sibuk menyiapkan surat untuk pensiun." Yah.... malamnya apa boleh buat, saya didaulat anak istri supaya makan bareng di Waroeng Soenda.
Tanggal 29 November, hari Minggu kalau gak salah, pagi2, ada SMS dari Rismuji, bahwa dia mau ke Serpong tapi tidak tau jalan. Ngapain ke Serpong? pikir saya. Terus ada telepon dari Widia tanya alamay Pecel Madiun di Serpong. Pecel Madiun? Waduh, baru ingat, hari ini, anak2 Tiara mau ngerayain ultah saya. Saya langsung angkat telepon ke Dharnoto selaku Event Organizernya, sembari agak kesel, kok tidak ada konfirmasi padahal hari ini saya rencana mau ke Bandung... Beliau cuma tertawa: Waduh sori... saya juga lupa. Tapi jalan terus saja. Kasihan yang sudah datang. Ini aku OTW (on the way)," kata dia. Singkatnya, kita ketemuan di DCost, Serpong, karena Pecel Madiun ternyata sudah di booked orang hajatan, sementara tempat lain yang siap menerima 20 tamu tidak ada.
Hadir antara lain: Victor Manahara, Ali Asim, Widya dan suami Coki, Mbak Ria Prabowo, Susanti Harini, Fit Yanuar, Herry Barus (yang datang bersama anaknya), Rismuji, Gusniar, Didik Setio Edi, Adlisal Rivai dll...... Wah, mengharukan, kita kumpul2 lagi setelah Tiara bubar.
Selama Desember, saya dengar Dharnoto sudah E Pendi (singkatan Pensiun Dini karena kaget, kadi pakai E). Saat itu juga saya baru tahu Mas Roy Watimena juga sudah pensiun, tapi alami karena usia. Tak lama kemudian saya dengar kabar, Yongki Dawanas juga E Pensiun Dini juga. Oya, Victor Manahara juga sudah beberapa sebelumnya mengundurkan diri dari Gramedia atas permintaan sendiri.
Dan pada tanggal 27 Desember, seperti biasa, kami ke Bandung, liburan akhir tahun untuk songsong tahun baru. Hari pertama ketemu Victor dan nyonya di sebuah FO di Dago, yang sedang kasih diskon 50 %. Alhasil waktu ketemu, dia menyampaikan info ada juga FO di Kebon Kawung yang lagi kasih diskon. Hahaha....Begitulah, kami melewatkan tahun 2008 di Bandung, dan mencicipi udara tahun 2009 di Bandung. Berita buruknya: saya dua kali makan kepiting. Yang pertama, kepiting saus padang dan yang kedua kepiting saus tiram. Kolesterolnya, alamak. Istri saya angkat tangan dan cuma berkata: Sudahlah, itung2 menikmati hidup di akhir tahun....
Tanggal 2 Januari kami pulang.
Tanggal 3 saya nengok kebun di Desa Sukamanah, Tiga Raksa, melihat tanaman alpokat yang saya tanam di sana.
Tampilkan postingan dengan label Ayi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ayi. Tampilkan semua postingan
11 Januari 2009
Dari Menstruasi sampai Kepiting Kolesterol
Index:
Ayi,
Dharnoto,
Diary,
Ela,
Gusniar,
Herry Barus,
Maria Nurani,
Victor Manahara
14 November 2008
Nostalgia Baca Puisi di TIM
Ayah baca puisi? Hahaha... anak-anak saya --Ayi dan Ela-- tertawa ngakak membaca berita ini. "Ngomong aja ngaco, kok ayah baca puisi...." Begitu kata anak2 saya.
Bacalah berita ini: "Puisi-puisi Kurniawan Junaedhie, Adek Alwi, dibacakan di halaman depan Teater Tertutup, Taman Ismail Marzuki, Rabu, 18 November 1981". Tulisan pendek ini, saya temukan iseng2 ketika saya seperti biasa, bermain mesin pencari Google, dengan alamat http://catalogue.nla.gov.au/Record/273864.
Tentu saja saya katakan pada anak2, bahwa meski kedengarannya ganjil, jelek-jelek berita itu faktual alias tidak bohongan. Kalau Anda juga meragukannya, --karena harap maklum, tidak sembarang orang bisa baca puisi di tempat itu -- kejadian bahwa saya dan pengarang cerpen Adek Alwi membaca puisi di TIM itu sungguh-sungguh benar adanya. Cuma kalau ditanya untuk urusan apa saya diundang baca puisi di sana, memang saya lupa.
Oya, saksi-saksinya juga banyak. Saya masih ingat, Yongke, adik saya, jauh-jauh dari rumahnya di Kebayoran Lama (waktu itu), datang ke TIM naik bis, untuk nonton saya. Saya juga ingat bebarapa seniman senior waktu itu nonton. Dan saya masih ingat benar, seusai acara itu, ketika saya membelanjakan honor baca puisi itu di kedai depan TIM, saya diumpat-umpat pelukis Hardi. "Aduh. Di luar bayangan saya, seorang Kurniawan membaca puisinya begitu jelek," katanya.
Jadi meski membaca puisinya jelek, betapa pun, tulisan ini telah melemparkan saya, jauh ke masa lalu.***
Bacalah berita ini: "Puisi-puisi Kurniawan Junaedhie, Adek Alwi, dibacakan di halaman depan Teater Tertutup, Taman Ismail Marzuki, Rabu, 18 November 1981". Tulisan pendek ini, saya temukan iseng2 ketika saya seperti biasa, bermain mesin pencari Google, dengan alamat http://catalogue.nla.gov.au/Record/273864.
Tentu saja saya katakan pada anak2, bahwa meski kedengarannya ganjil, jelek-jelek berita itu faktual alias tidak bohongan. Kalau Anda juga meragukannya, --karena harap maklum, tidak sembarang orang bisa baca puisi di tempat itu -- kejadian bahwa saya dan pengarang cerpen Adek Alwi membaca puisi di TIM itu sungguh-sungguh benar adanya. Cuma kalau ditanya untuk urusan apa saya diundang baca puisi di sana, memang saya lupa.
Oya, saksi-saksinya juga banyak. Saya masih ingat, Yongke, adik saya, jauh-jauh dari rumahnya di Kebayoran Lama (waktu itu), datang ke TIM naik bis, untuk nonton saya. Saya juga ingat bebarapa seniman senior waktu itu nonton. Dan saya masih ingat benar, seusai acara itu, ketika saya membelanjakan honor baca puisi itu di kedai depan TIM, saya diumpat-umpat pelukis Hardi. "Aduh. Di luar bayangan saya, seorang Kurniawan membaca puisinya begitu jelek," katanya.
Jadi meski membaca puisinya jelek, betapa pun, tulisan ini telah melemparkan saya, jauh ke masa lalu.***
04 Oktober 2008
Mohon Maaf Lahir Batin
Banyak cerita tidak sempat kuungkap di sini, sejak 29 Agustus, berhubung saya sibuk, dan teramat sibuk. Sibuk apa?
Sibuk mempersiapkan Hari Idul Fitri, soal jualan parcel di internet, yang sudah merupakan tradisi keluarga saya sejak 9 tahun terakhir. Jadi, saya ikut istri ke Makro, Carefour, Giant, WTC dll untuk belanja bahan-bahan parcel. Sesudah itu, barang-barangh itu saya minta dirangkai sedemikian rupa oleh pak Salim, agar layak jadi parcel. Sesudah itu, satu demi satu parcel itu saya foto, saya masukkan ke website. Butuh persiapan 1 bulan lebih sebelum hari H tiba kalau mau dianggap profesional.
Lalu tak lupa saya utak-atik lagi website kami: indoflorist.com, indokado.com dll..... Begitulah, jadi repot. Teman2 tentu saja suka menganggu dengan chatting di YM selagi saya sibuk itu. Ya biar saja.... Toh, memori dan hardisk saya banyak. Jadi sekali kerja bisa dua tiga pulau terlampaui.
Menjelang 2 minggu lebaran, seperti yang sudah diprediksi, pesanan mulai banyak. Mula2 cuma satu dua. Lama2, beberapa perusahaan mengorder. Ringkasnya, laris manis.
Dalam keadaan letih luar biasa, istri mengajak saya menemani kulakan lagi. Sudah dianggap pas, eh, ada tambahan pesanan lagi, jadilah kami kulakan lagi. Jontor deh.
Di tengah2 kesibukan itu saya suka menelpon dan ditelpon oleh Pak Teguh Susila, sohib saya di Purwokerto. Arkian, beliau berhasil menjual tanah seluas hampir 2800 meter persegi dengan harga Rp 1 M. Tanah itu, memang terpaksa dijual, karena, dia harus membayar kewajiban kepada bank. Saya kira dari kasus Pak Teguh ini, banyak pelajaran bisa kita petik.
Pertama, berbisnis itu tidak boleh serakah. Serakah itu menyangkut mentalitas. Sama sekali bukan karena membeli banyak, dan tidak laku. Bukan.
Kedua, kulakan hanya barang yang laku, dan bukan barang yang tidak laku, atau baru diharapkan laku. Karena menurut kredo saya, jika Anda kulakan mestinya karena barang kulakan itu sudah ada yang bakal membeli.
Ketiga, jangan cuma membeli barang karena murah. Buat apa beli murah kalau tidak bisa dijual. Kalau saya pilih beli barang yang laku, jadi bukan soal mahal atau murah. Kalau pun secara nominal mahal pun, selama saya bisa menjual dengan beroleh untung, sudah oke.
Keempat, juga persis dengan kredo saya selama ini, berbisnis itu bukan ditunjukkan hanya bisa membeli barang jualan banyak, tetapi diukur dari seberapa banyak kita punya pembeli/ calon pembeli.
Oya, di tengah bulan puasa, saya dapat 'THR' dari Telkom sebesar 75 juta. Lumayan.... Terus terang saya tidak butuh2 amat. Saya ikut mengajukan kredit UKM itu sebetulnya karena solidaritas belaka. Kata teman2, saya harus ikut, karena saya sudah terlanjur jadi contoh kisah sukses Telkom. Saya sih tetap ragu2. Buat apa? Tahun lalu memang saya tidak ikut, padahal uang sudah siap cair. Tahun ini, apa boleh buat, saya ikut. Eh, dapat lumayan..... Karena kata orangtua, rejeki tidakboleh ditampik, ya saya syukuri.
Libur lebaran pun tiba. Karyawan mudik. Indokado dan Toekangkeboen tutup. Ada saat cari uang ada saat berkontemplasi. Saya dan anak istri langsung cabut ke Bandung. Tidak ada salahnya sekali tempo beristirahat.... Dari kota bunga itu, saya pun melihat perilaku saya selama ini. Ternyata....... ternyata, salah satunya baru disadari bahwa saya sudah tua.... tapi tidak merasa sudah tua, sehingga banyak ucapan saya yang ceplas-ceplos, yang kadang terasa nyinyir, sikap saya yang urakan, yang mungkin membuat banyak teman tersungging, kheki, kecewa dan kesal. Jadi, izinkan sekarang di hari baik ini, saya menghaturkan, Selamat Idul Fitri. Mohon maaf lahir batin................***
Sibuk mempersiapkan Hari Idul Fitri, soal jualan parcel di internet, yang sudah merupakan tradisi keluarga saya sejak 9 tahun terakhir. Jadi, saya ikut istri ke Makro, Carefour, Giant, WTC dll untuk belanja bahan-bahan parcel. Sesudah itu, barang-barangh itu saya minta dirangkai sedemikian rupa oleh pak Salim, agar layak jadi parcel. Sesudah itu, satu demi satu parcel itu saya foto, saya masukkan ke website. Butuh persiapan 1 bulan lebih sebelum hari H tiba kalau mau dianggap profesional.
Lalu tak lupa saya utak-atik lagi website kami: indoflorist.com, indokado.com dll..... Begitulah, jadi repot. Teman2 tentu saja suka menganggu dengan chatting di YM selagi saya sibuk itu. Ya biar saja.... Toh, memori dan hardisk saya banyak. Jadi sekali kerja bisa dua tiga pulau terlampaui.
Menjelang 2 minggu lebaran, seperti yang sudah diprediksi, pesanan mulai banyak. Mula2 cuma satu dua. Lama2, beberapa perusahaan mengorder. Ringkasnya, laris manis.
Dalam keadaan letih luar biasa, istri mengajak saya menemani kulakan lagi. Sudah dianggap pas, eh, ada tambahan pesanan lagi, jadilah kami kulakan lagi. Jontor deh.
Di tengah2 kesibukan itu saya suka menelpon dan ditelpon oleh Pak Teguh Susila, sohib saya di Purwokerto. Arkian, beliau berhasil menjual tanah seluas hampir 2800 meter persegi dengan harga Rp 1 M. Tanah itu, memang terpaksa dijual, karena, dia harus membayar kewajiban kepada bank. Saya kira dari kasus Pak Teguh ini, banyak pelajaran bisa kita petik.
Pertama, berbisnis itu tidak boleh serakah. Serakah itu menyangkut mentalitas. Sama sekali bukan karena membeli banyak, dan tidak laku. Bukan.
Kedua, kulakan hanya barang yang laku, dan bukan barang yang tidak laku, atau baru diharapkan laku. Karena menurut kredo saya, jika Anda kulakan mestinya karena barang kulakan itu sudah ada yang bakal membeli.
Ketiga, jangan cuma membeli barang karena murah. Buat apa beli murah kalau tidak bisa dijual. Kalau saya pilih beli barang yang laku, jadi bukan soal mahal atau murah. Kalau pun secara nominal mahal pun, selama saya bisa menjual dengan beroleh untung, sudah oke.
Keempat, juga persis dengan kredo saya selama ini, berbisnis itu bukan ditunjukkan hanya bisa membeli barang jualan banyak, tetapi diukur dari seberapa banyak kita punya pembeli/ calon pembeli.
Oya, di tengah bulan puasa, saya dapat 'THR' dari Telkom sebesar 75 juta. Lumayan.... Terus terang saya tidak butuh2 amat. Saya ikut mengajukan kredit UKM itu sebetulnya karena solidaritas belaka. Kata teman2, saya harus ikut, karena saya sudah terlanjur jadi contoh kisah sukses Telkom. Saya sih tetap ragu2. Buat apa? Tahun lalu memang saya tidak ikut, padahal uang sudah siap cair. Tahun ini, apa boleh buat, saya ikut. Eh, dapat lumayan..... Karena kata orangtua, rejeki tidakboleh ditampik, ya saya syukuri.
Libur lebaran pun tiba. Karyawan mudik. Indokado dan Toekangkeboen tutup. Ada saat cari uang ada saat berkontemplasi. Saya dan anak istri langsung cabut ke Bandung. Tidak ada salahnya sekali tempo beristirahat.... Dari kota bunga itu, saya pun melihat perilaku saya selama ini. Ternyata....... ternyata, salah satunya baru disadari bahwa saya sudah tua.... tapi tidak merasa sudah tua, sehingga banyak ucapan saya yang ceplas-ceplos, yang kadang terasa nyinyir, sikap saya yang urakan, yang mungkin membuat banyak teman tersungging, kheki, kecewa dan kesal. Jadi, izinkan sekarang di hari baik ini, saya menghaturkan, Selamat Idul Fitri. Mohon maaf lahir batin................***
Index:
Ayi,
Diary,
Ela,
Maria Nurani
29 Agustus 2008
Ayi ke Singapura
Ada satu hal bersejarah yang harus saya catat hari ini --selagi ada waktu buat update blog--selain kambing.
Nanti sore, saya akan menjemput putri pertama saya, Azalika dari Singapura. Ceritanya, putri saya ikut program pertukaran pelajar di sekolahnya, SMP Penabur Gading Serpong. Dia bersama 60 kawannya, harus ikut belajar di sekolah di kota Singa selama hampir 5 hari,. sejak Senen 25 Agustus lalu.
Umur Ayi --begitu nama panggilannya-- masih 13 tahun, tanggal 17 Agustus lalu. Ini perjalanan pertama ke luar negeri, dan tanpa kami. Atau tepatnya, ini pertama kali kami --saya, mamah dan Ela, adiknya-- ditinggal dia ke luar negeri. Wajar saya sebagai ayahnya jadi bete sejak dia pergi. Apalagi saya tidak bisa telepon sama sekali. Padahal saya sudah menggunakan XL dan Telkomsel.
Baru dari sana dia SMS saya (seperti biasa dengan bahasa gaul yang sulit saya pahami, tanpa diterjemahkan dulu oleh adiknya) yaitu, supaya saya pakai nomor Indosat.
"Ayah kalo mnw tlvn pke no indosat aj. byar ga ptus2."
Jadi saya langsung pasang kartu Mentari. Barulah, kami, saya, mamahnya dan adiknya bisa ngobrol.
Banyak acara selain pelajaran di kelas. Misalnya ke Santosa Island.
"ini ud di sntosa. hbs naek cble car n lugr. blg i love u m mama n other. mwah..."
Dia juga sempat ke Bugis Street. Saya wanti-wanti, supaya hati2, dan saya bilang kangen padanya. Dia pun SMS saya:
"ayi jga kgn tau!
Sebagai anak kelas dua SMP, atau kelas 8, istilah di sekolahnya, saya senang dia bisa jauh lebih pinter dari orangtuanya. Dia mengikuti pelajaran yang disampaikan dalam bahasa Inggris. Dan rupanya itu tidak hanya selagi di Singapura, karena setiap hari di sekolahnya, ternyata dia juga mendapat pelajaran dalam bahasa Inggris.
Dia juga ikut kursus Mandarin dan les musik. Untuk yang terakhir ini, dia memilih belajar jadi drummer. Padahal mau saya dia belajar biola, organ, piano atau gitar. Tapi yah.... sebagai ortu saya cuma bisa tut wuri handayani.
Dulu rasanya saya mengajari dia memegang mouse, tapi kini dia mahir luar biasa memencet keyboard laptopnya. Oya, dia aktif di friendster. Kalau saya chatting pakai YM, dia pakai MSN. YM dibilangnya jadul. Dan kalau laptop saya pakai Windows XP, maka dia maunya pakai Windows Vista. "Ayah memang jadul," katanya. (Jadul = jaman dulu alias kuno)
Mengherankan, bahwa putri saya itu juga punya minat pada design grafis. Praktis bukan saya yang mengajari. Tahu2, dia sudah bisa bermain photoshop dlsb. Saya terperangah. Tahu darimana?
Sering dia bawa laptop dan ngetik di tempat tidur. Mamahnya lapor: dia buat novel. Sumpah, saya tidak mengajari apalagi menyuruhnya. Kapan saya ada waktu?
Ah, doa saya siang malam adalah agar Ayi dicintai Tuhan, dan sesama............***
Nanti sore, saya akan menjemput putri pertama saya, Azalika dari Singapura. Ceritanya, putri saya ikut program pertukaran pelajar di sekolahnya, SMP Penabur Gading Serpong. Dia bersama 60 kawannya, harus ikut belajar di sekolah di kota Singa selama hampir 5 hari,. sejak Senen 25 Agustus lalu.
Umur Ayi --begitu nama panggilannya-- masih 13 tahun, tanggal 17 Agustus lalu. Ini perjalanan pertama ke luar negeri, dan tanpa kami. Atau tepatnya, ini pertama kali kami --saya, mamah dan Ela, adiknya-- ditinggal dia ke luar negeri. Wajar saya sebagai ayahnya jadi bete sejak dia pergi. Apalagi saya tidak bisa telepon sama sekali. Padahal saya sudah menggunakan XL dan Telkomsel.
Baru dari sana dia SMS saya (seperti biasa dengan bahasa gaul yang sulit saya pahami, tanpa diterjemahkan dulu oleh adiknya) yaitu, supaya saya pakai nomor Indosat.
"Ayah kalo mnw tlvn pke no indosat aj. byar ga ptus2."
Jadi saya langsung pasang kartu Mentari. Barulah, kami, saya, mamahnya dan adiknya bisa ngobrol.
Banyak acara selain pelajaran di kelas. Misalnya ke Santosa Island.
"ini ud di sntosa. hbs naek cble car n lugr. blg i love u m mama n other. mwah..."
Dia juga sempat ke Bugis Street. Saya wanti-wanti, supaya hati2, dan saya bilang kangen padanya. Dia pun SMS saya:
"ayi jga kgn tau!
Sebagai anak kelas dua SMP, atau kelas 8, istilah di sekolahnya, saya senang dia bisa jauh lebih pinter dari orangtuanya. Dia mengikuti pelajaran yang disampaikan dalam bahasa Inggris. Dan rupanya itu tidak hanya selagi di Singapura, karena setiap hari di sekolahnya, ternyata dia juga mendapat pelajaran dalam bahasa Inggris.
Dia juga ikut kursus Mandarin dan les musik. Untuk yang terakhir ini, dia memilih belajar jadi drummer. Padahal mau saya dia belajar biola, organ, piano atau gitar. Tapi yah.... sebagai ortu saya cuma bisa tut wuri handayani.
Dulu rasanya saya mengajari dia memegang mouse, tapi kini dia mahir luar biasa memencet keyboard laptopnya. Oya, dia aktif di friendster. Kalau saya chatting pakai YM, dia pakai MSN. YM dibilangnya jadul. Dan kalau laptop saya pakai Windows XP, maka dia maunya pakai Windows Vista. "Ayah memang jadul," katanya. (Jadul = jaman dulu alias kuno)
Mengherankan, bahwa putri saya itu juga punya minat pada design grafis. Praktis bukan saya yang mengajari. Tahu2, dia sudah bisa bermain photoshop dlsb. Saya terperangah. Tahu darimana?
Sering dia bawa laptop dan ngetik di tempat tidur. Mamahnya lapor: dia buat novel. Sumpah, saya tidak mengajari apalagi menyuruhnya. Kapan saya ada waktu?
Ah, doa saya siang malam adalah agar Ayi dicintai Tuhan, dan sesama............***
30 Maret 2008
Puisi:
Azalika Umur Dua
Sajak Kurniawan Junaedhie
yang tersenyum di postcard itu engkau
dengan anting di telinga
dan baju penuh bunga
rok bergambar winnie depooh
hari itu, kami duduk bertiga
ada vas bunga di tengahnya
jurufoto mengabadikan kami
klik. hasilnya sebuah foto keluarga
aneh. rumah yang dulu sepi
kini jadi tambah ramai
ada warga baru di rumah
inilah foto keluarga
tak kusangka, begini rasanya jadi seorang ayah
gembira, terharu dan kadang merasa lucu.
ada warga baru yang dulu hanya angan-angan
kini bisa jadi hiburan tatkala hidup susah
akan jadi apa kamu nanti?
sekretaris? bankir? istri konglomerat?
ah, sarankan hanya satu: jadilah dirimu sendiri
selama hidupmu bahagia
cukup sudah umurku dipanjangkan.
bukankah itu cita-cita lumrah seorang ayah?
hari ini umurmu dua
tahun depan tiga, dan selanjutnya 20
saat itu, mungkin aku sudah tua
mungkin, saat itu, ada lagi jurufoto lain
mengabadikan foto keluargamu
17 Agustus 1997
Catatan: Hari ini selagi membereskan rumah, aku menemukan pigura berisi sebuah puisi. Puisi itu ditulis tahun 1997, untuk putri sulungku Azalika yang kini berusia 13 tahun Aku langsung meminta dia membacanya. Mata kami basah. Aku langsung mengambil lapotop, dan mengetikkannya di sini.
yang tersenyum di postcard itu engkau
dengan anting di telinga
dan baju penuh bunga
rok bergambar winnie depooh
hari itu, kami duduk bertiga
ada vas bunga di tengahnya
jurufoto mengabadikan kami
klik. hasilnya sebuah foto keluarga
aneh. rumah yang dulu sepi
kini jadi tambah ramai
ada warga baru di rumah
inilah foto keluarga
tak kusangka, begini rasanya jadi seorang ayah
gembira, terharu dan kadang merasa lucu.
ada warga baru yang dulu hanya angan-angan
kini bisa jadi hiburan tatkala hidup susah
akan jadi apa kamu nanti?
sekretaris? bankir? istri konglomerat?
ah, sarankan hanya satu: jadilah dirimu sendiri
selama hidupmu bahagia
cukup sudah umurku dipanjangkan.
bukankah itu cita-cita lumrah seorang ayah?
hari ini umurmu dua
tahun depan tiga, dan selanjutnya 20
saat itu, mungkin aku sudah tua
mungkin, saat itu, ada lagi jurufoto lain
mengabadikan foto keluargamu
17 Agustus 1997
Catatan: Hari ini selagi membereskan rumah, aku menemukan pigura berisi sebuah puisi. Puisi itu ditulis tahun 1997, untuk putri sulungku Azalika yang kini berusia 13 tahun Aku langsung meminta dia membacanya. Mata kami basah. Aku langsung mengambil lapotop, dan mengetikkannya di sini.
20 Februari 2008
Lagu Perkawinan
Sajak Kurniawan Junaedhie
- maria
Sesudah masa penantian yang panjang
Akhirnya Tuhan pun kasih kita pasangan
Yang bikin kita kerasan di rumah
Yang bikin kita selalu jadi pahlawan
Yang bikin kita menangis saking gembira
Yang bikin pasrah saat hidup susah
Yang bikin kita ketawa, saat frustrasi
Supaya hidup yang susah jadi senang
Supaya hidup yang berat diringankan
Supaya menghadapi setiap cobaan tetap dikuatkan
Supaya menghadapi pujian tetap direndahkan.
Sekarang, kita pun tak sendiri lagi
saat makan, saat tidur, atau ketika bangun pagi
Bahkan ketika cemas menghadapi ujian dan pekerjaan
dan merasa menjadi orang paling sialan di dunia
kita sekarang punya teman tempat kita selalu berbagi
Yang membuat kita tak merasa lagi dikucilkan semesta
Lalu hati kita dibuat jadi samudera
lebar dan lapang tanpa batasnya
Agar sambil menampung kesabaran
kita bisa merasa tengah berenang di lautan
sementara di sekitar, ribuah piranha menganga
Ah, enaknya menyelam ke lubuk kehidupan
Begini rupanya cara alam menghibur kita.
Lalu satu demi satu tanggalan rontok
Matahari dan rembulan memadamkan lampunya
Dan kalau Tuhan izinkan
Ia pun akan kasih kita momongan
supaya rumah kita tambah ramai
Dan kita sendiri akan jadi ayam atau angsa
yang pintar bikin hangat tubuhnya
Hanya adakalanya memang, hidup penuh luka & kecewa
Adakalanya pula kita saling berpaling,
Tapi disaksikan langit
Kita niscaya tetap setia
Berjalan melampaui zaman demi zaman
Menuju ke barat timur selatan dan utara
Memenuhi panggilan semesta
Dengan kasih sayang berkarung-karung jumlahnya
Jakarta, 14 Februari 1995.
Catatan: Puisi ini saya tulis untuk Maria persis di Hari Valentine tahun 1995, jadi hampir 13 tahun lalu. Ternyata isi dan makna puisi ini --meski saya anggap jelek karena terlampau prosais-- bisa bertahan oleh waktu. Di rumah kami, puisi ini sengaja saya bingkai dengan piguran warna merah jambu. Tergantung di dinding kamar yang tidak kami tempati dan berdebu. Sering kami menemukan pigura berisi puisi ini. Tapi sering terlupa membacanya, bahkan mungkin lupa isinya. Beberapa hari lalu saya iseng membacanya, dan tengkuk saya merinding. Saya lalu berjanji akan mengabadikannya di blog. Semata supaya saya, dan Maria bisa membacanya berulang-ulang kalau umur panjang. Paling sedikit, anak-anak kami, Ayi dan Ela tahu, ayahnya cukup romantis juga. Syukur-syukur, itu membuat mereka jadi bangga.
- maria
Sesudah masa penantian yang panjang
Akhirnya Tuhan pun kasih kita pasangan
Yang bikin kita kerasan di rumah
Yang bikin kita selalu jadi pahlawan
Yang bikin kita menangis saking gembira
Yang bikin pasrah saat hidup susah
Yang bikin kita ketawa, saat frustrasi
Supaya hidup yang susah jadi senang
Supaya hidup yang berat diringankan
Supaya menghadapi setiap cobaan tetap dikuatkan
Supaya menghadapi pujian tetap direndahkan.
Sekarang, kita pun tak sendiri lagi
saat makan, saat tidur, atau ketika bangun pagi
Bahkan ketika cemas menghadapi ujian dan pekerjaan
dan merasa menjadi orang paling sialan di dunia
kita sekarang punya teman tempat kita selalu berbagi
Yang membuat kita tak merasa lagi dikucilkan semesta
Lalu hati kita dibuat jadi samudera
lebar dan lapang tanpa batasnya
Agar sambil menampung kesabaran
kita bisa merasa tengah berenang di lautan
sementara di sekitar, ribuah piranha menganga
Ah, enaknya menyelam ke lubuk kehidupan
Begini rupanya cara alam menghibur kita.
Lalu satu demi satu tanggalan rontok
Matahari dan rembulan memadamkan lampunya
Dan kalau Tuhan izinkan
Ia pun akan kasih kita momongan
supaya rumah kita tambah ramai
Dan kita sendiri akan jadi ayam atau angsa
yang pintar bikin hangat tubuhnya
Hanya adakalanya memang, hidup penuh luka & kecewa
Adakalanya pula kita saling berpaling,
Tapi disaksikan langit
Kita niscaya tetap setia
Berjalan melampaui zaman demi zaman
Menuju ke barat timur selatan dan utara
Memenuhi panggilan semesta
Dengan kasih sayang berkarung-karung jumlahnya
Jakarta, 14 Februari 1995.
Catatan: Puisi ini saya tulis untuk Maria persis di Hari Valentine tahun 1995, jadi hampir 13 tahun lalu. Ternyata isi dan makna puisi ini --meski saya anggap jelek karena terlampau prosais-- bisa bertahan oleh waktu. Di rumah kami, puisi ini sengaja saya bingkai dengan piguran warna merah jambu. Tergantung di dinding kamar yang tidak kami tempati dan berdebu. Sering kami menemukan pigura berisi puisi ini. Tapi sering terlupa membacanya, bahkan mungkin lupa isinya. Beberapa hari lalu saya iseng membacanya, dan tengkuk saya merinding. Saya lalu berjanji akan mengabadikannya di blog. Semata supaya saya, dan Maria bisa membacanya berulang-ulang kalau umur panjang. Paling sedikit, anak-anak kami, Ayi dan Ela tahu, ayahnya cukup romantis juga. Syukur-syukur, itu membuat mereka jadi bangga.
Index:
Ayi,
Ela,
Maria Nurani,
Puisi
06 Januari 2008
Plesir ke Bali




Tanggal 22 Desember hingga 27 Desember kami jalan-jalan liburan ke Pulau Dewata, sesuai janji saya dengan anak-anak. Kami menumpang pesawat Adam Air dari Jakarta, pukul 06.45 WIB menempuh perjalananan selama hampir 1,5 jam, dan seperti biasa sampai di sana waktu bertambah satu jam. Begitu mendarat di Bandara Ngurah Rai, kami sudah dijemput oleh sopir langganan, Pak Made dengan mobil Taruna-nya. Karena masih kepagian, kami tidak langsung check in di Hotel Grand Rama Kuta, tapi langsung jalan2 dulu ke Pasar Seni di Kuta, Nusa Dua dll, baru sore hari kami check in.
Sorenya, kami keluar lagi untuk makan2. Selama hampir sepekan, banyak yang kami lakukan di sana. Tapi karena ini perjalanan kami untuk ke sekian kali ke sana, kami sekarang lebih selektif memilih acara yang favorit2 saja. Misalnya ke Ubud, melihat dan membeli lukisan.
Sialnya, selama kami ke sana, Bali diguyur hujan terus-terusan. Jadi banyak program yang gagal, antara lain: anak2 tak bisa main atau berjemur sambil dipijat, atau di- manicure atau pedicure, bikin kuncir rambut, atau tatoo di Pantai Kuta (Pantai Kuta penuh dengan sampah). Kami juga gagal makan babi panggang khas Bali (tempatnya kecil, selalu penuh dengan turis Taiwan atau Korea dan harus mau kehujanan) di Ubud. Sebagai gantinya kami diajak Pak Made ke Warung Johny, di sekitar2 situ, tapi aduh mak, harganya mahal pisan.
Kami pulang naik Adam Air, pukul 18.45 WIT. Cuma satu jam perjalanan, karena waktu di Jakarta mundur satu jam. Hapid, sopir kami sudah menjemput di pintu exit. Seperti biasa, kopor kami beranak pinak. Over weight.
Sorenya, kami keluar lagi untuk makan2. Selama hampir sepekan, banyak yang kami lakukan di sana. Tapi karena ini perjalanan kami untuk ke sekian kali ke sana, kami sekarang lebih selektif memilih acara yang favorit2 saja. Misalnya ke Ubud, melihat dan membeli lukisan.
Sialnya, selama kami ke sana, Bali diguyur hujan terus-terusan. Jadi banyak program yang gagal, antara lain: anak2 tak bisa main atau berjemur sambil dipijat, atau di- manicure atau pedicure, bikin kuncir rambut, atau tatoo di Pantai Kuta (Pantai Kuta penuh dengan sampah). Kami juga gagal makan babi panggang khas Bali (tempatnya kecil, selalu penuh dengan turis Taiwan atau Korea dan harus mau kehujanan) di Ubud. Sebagai gantinya kami diajak Pak Made ke Warung Johny, di sekitar2 situ, tapi aduh mak, harganya mahal pisan.
Kami pulang naik Adam Air, pukul 18.45 WIT. Cuma satu jam perjalanan, karena waktu di Jakarta mundur satu jam. Hapid, sopir kami sudah menjemput di pintu exit. Seperti biasa, kopor kami beranak pinak. Over weight.
Index:
Ayi,
Diary,
Ela,
Maria Nurani
Libur ke Bandung




Tanggal 2 Januari 2008, kami sekeluarga jalan2 menghabiskan liburan ke Bandung. Seperti biasa, saya jadi sopir, dan Maria jadi kasir. Kali ini kami tidak tinggal di hotel (biasanya kami langganan di Cipaku Hotel, sebuah resort hotel di atas Jalan Setiabudhi dekat Lembang), tetapi di rumah Bumi Parahyangan Baru. Rumah itu pinjaman teman Maria, pasangan Ibu Erna dan Pak Joko. Lokasinya gampang. Masuk Tol Cipularang, kita exit di Padalarang- Cimahi. Dari situ tak jauh, langsung ada papan petunjuk. Wow. Pemandangan sungguh bagus. Udara dingin.
Arkian, --secara spesial-- di situ saya berfoto dengan kedua putri saya: Ayi (Azalika, 13 tahun) dan Ela (Betsyiela, 10 th). dan dengan Maria. Diabadikan pada Jumat 4 Januari 2008. Jarang sekali saya berfoto seperti ini. Dan saya tahu, anak-anak sangat merindukan adegan seperti ini.***
Index:
Ayi,
Diary,
Ela,
Maria Nurani
02 Januari 2008
Ke Bandung
Hari ini, goes to Bandung. Dani tidak ikut serta. Dia SMS ke Maria, "Bunda, there're no particular reason, just it's too sudden." Pada saya dia berani terus terang, "Ayah kan yang mengajari, supaya Dani berani bilang tidak."
Dua keponakan, sih sudah menyatakan tetap ikut: Eka dan Oki.
Ramalan cuaca tidak terlalu baik. Dari semalam saja hujan turun dan sampai sekarang belum berhenti juga. Dari Yogya, Pak Iwan mengirim SMS: "Cuaca mendukung buat kelonan. Asyik banget." Oya, Pak Iwan masih di Yogya. "Anak dan bojoku masih betah." Aku cuma titip salam buat sinuwun ngarso dalem.***
Dua keponakan, sih sudah menyatakan tetap ikut: Eka dan Oki.
Ramalan cuaca tidak terlalu baik. Dari semalam saja hujan turun dan sampai sekarang belum berhenti juga. Dari Yogya, Pak Iwan mengirim SMS: "Cuaca mendukung buat kelonan. Asyik banget." Oya, Pak Iwan masih di Yogya. "Anak dan bojoku masih betah." Aku cuma titip salam buat sinuwun ngarso dalem.***
Index:
Ayi,
Dani,
Diary,
Ela,
Maria Nurani
01 Januari 2008
Halo Tahun 2008
Selamat Tinggal tahun 2007, selamat datang tahun 2008. Mudah2an banyak cerita baru yang lebih menarik, menyenangkan dan mengasyikan lagi. Saya tidur semalam pukul 03.00 WIB. Sali malah masih asyik SMS-an dengan teman2nya.
Jelang tahun baru, semalam kami hanya dining out di downtown SMS (Sumarecon Mall Serpong). Tak ada acara khusus. (Anak-anak toekangkeboen malah lebih meriah: beli ayam potong di Hero, dan bakar-bakaran. )
Selain keluarga sendiri, saya ajak Papi, dua adik, satu ipar dan Dani. Untung dapat tempat, di emper trotoar. Maklum, cari tempat untuk 9 orang tidak mudah dibanding cari satu -dua tempat di kesempatan seperti itu. Untung, Ayi punya dua teman, yang bisa dimanfaatkan jasa baiknya untuk men'duduki' 9 tempat duduk. Sayang hujan turun lebat. Jadi suasana agak kurang enak. Suara Gita Gutawa yang lagi live, kurang sedap didengar.
Pulang dari situ, Andi dan Ing --adik dan ipar saya-- masih mampir di rumah, minum Guinness Dark Beer. Persis jam 12.00, kami salam-salaman, dan lihat pesta kembang api dari depan rumah. Yah senang juga, kami bisa meninggalkan tahun lama dengan sejuta kenangan. Mudah2an di tahun baru, lebih asyik lagi.
Besok tanggal 2, rencananya, kami (saya, Maria, Ayi dan Ela) mau ke Bandung. Setelah minggu lalu selama 5-6 hari kami liburan di Bali untuk rayakan Natal (tapi kami kecewa karena tidak kebagian menikmati pantai Kutauntuk bikin tatoo, atau sekadar main pasir karena Kuta diserang gelombang tinggi yang mengangkut sampah), kini giliran kami akan sambut tahun baru di kota kembang yang --astaga, baru teringat-- belakangan juga dijuluki kota sampah tersebut.
Acara pertama, tentu saja, menikmati Sate Chudori di kawasan Stasiun Bandung. Enak euy. Asal Anda tahu, di Jakarta saya coba pantang makan sate kambing, semata untuk bisa menyantap sebanyak-banyak tusuk sate di Bandung.
Sate Chudori sudah saya kenal hampir 15 tahun lalu. Awalnya, waktu jadi wartawan TIARA tugas ke Bandung, saya diajak Ncis, fotografer, makan di sana bersama Julie Erikania. Kemudian ketika zaman pacaran dengan Maria, hampir setiap minggu kami melancong ke situ, sekadar menikmati sate Chodori.
Kini, sampai tahun 2008, puji Tuhan, Alhamdulillah, saya masih diberi kesempatan oleh Yang Di Atas untuk mengajak anak-anak saya, Ayi dan Ela berbagi kenikmatan makan sate kambing itu. Dagingnya tipis, full daging tanpa lemak (istilahnya: daging polos), dibakar secara rare, aduhai nikmatnya, apalagi dengan bumbu kecapnya yang asin-asin khas. Ayi dan Ela bahkan termasuk penggemarnya. Gule kambingnya juga tergolong yahud, kalau lidah saya bisa dipercaya. Sop Sumsumnya saya dengar juga nikmat. Saya cuma pernah lihat Mang Oom, pelawak, menghadapi 2 mangkok besar. Makannya pake pipet, diisep-isep gituh. Tapi saya belum pernah mencobanya. Katanya bagus untuk dengkul seusia saya. Hehehe....***
Jelang tahun baru, semalam kami hanya dining out di downtown SMS (Sumarecon Mall Serpong). Tak ada acara khusus. (Anak-anak toekangkeboen malah lebih meriah: beli ayam potong di Hero, dan bakar-bakaran. )
Selain keluarga sendiri, saya ajak Papi, dua adik, satu ipar dan Dani. Untung dapat tempat, di emper trotoar. Maklum, cari tempat untuk 9 orang tidak mudah dibanding cari satu -dua tempat di kesempatan seperti itu. Untung, Ayi punya dua teman, yang bisa dimanfaatkan jasa baiknya untuk men'duduki' 9 tempat duduk. Sayang hujan turun lebat. Jadi suasana agak kurang enak. Suara Gita Gutawa yang lagi live, kurang sedap didengar.
Pulang dari situ, Andi dan Ing --adik dan ipar saya-- masih mampir di rumah, minum Guinness Dark Beer. Persis jam 12.00, kami salam-salaman, dan lihat pesta kembang api dari depan rumah. Yah senang juga, kami bisa meninggalkan tahun lama dengan sejuta kenangan. Mudah2an di tahun baru, lebih asyik lagi.
Besok tanggal 2, rencananya, kami (saya, Maria, Ayi dan Ela) mau ke Bandung. Setelah minggu lalu selama 5-6 hari kami liburan di Bali untuk rayakan Natal (tapi kami kecewa karena tidak kebagian menikmati pantai Kutauntuk bikin tatoo, atau sekadar main pasir karena Kuta diserang gelombang tinggi yang mengangkut sampah), kini giliran kami akan sambut tahun baru di kota kembang yang --astaga, baru teringat-- belakangan juga dijuluki kota sampah tersebut.
Acara pertama, tentu saja, menikmati Sate Chudori di kawasan Stasiun Bandung. Enak euy. Asal Anda tahu, di Jakarta saya coba pantang makan sate kambing, semata untuk bisa menyantap sebanyak-banyak tusuk sate di Bandung.
Sate Chudori sudah saya kenal hampir 15 tahun lalu. Awalnya, waktu jadi wartawan TIARA tugas ke Bandung, saya diajak Ncis, fotografer, makan di sana bersama Julie Erikania. Kemudian ketika zaman pacaran dengan Maria, hampir setiap minggu kami melancong ke situ, sekadar menikmati sate Chodori.
Kini, sampai tahun 2008, puji Tuhan, Alhamdulillah, saya masih diberi kesempatan oleh Yang Di Atas untuk mengajak anak-anak saya, Ayi dan Ela berbagi kenikmatan makan sate kambing itu. Dagingnya tipis, full daging tanpa lemak (istilahnya: daging polos), dibakar secara rare, aduhai nikmatnya, apalagi dengan bumbu kecapnya yang asin-asin khas. Ayi dan Ela bahkan termasuk penggemarnya. Gule kambingnya juga tergolong yahud, kalau lidah saya bisa dipercaya. Sop Sumsumnya saya dengar juga nikmat. Saya cuma pernah lihat Mang Oom, pelawak, menghadapi 2 mangkok besar. Makannya pake pipet, diisep-isep gituh. Tapi saya belum pernah mencobanya. Katanya bagus untuk dengkul seusia saya. Hehehe....***
Index:
Ayi,
Dani,
Diary,
Ela,
Maria Nurani
Langganan:
Postingan (Atom)