27 Desember 2013 pukul 23:38
Oleh : Esti Ismawati
Opera Sabun Colek merupakan buku kumpulan 12 cerpen karya Kurniawan Junaedhie (Kosa Kata Kita, Jakarta, 2011) yang bercerita tentang kehidupan di kota besar, yang ditulis dengan gaya lugas dan cerdas. Cerpen-cerpen ini layak diapresiasi di tengah sumpeknya kehidupan dunia karena dililit persoalan-persoalan ekonomi, sosial, budaya, dan hankam yang tiada habisnya. Sebagai salah satu bentuk cipta sastra, cerpen-cerpen Kurniawan Junaedhie yang terkumpul dalam Opera Sabun Colek ini tentu mendukung fungsi sastra pada umumnya, yakni dulce et utile, indah dan bermakna. Indah karena bahasa yang digunakan dalam cerpen-cerpen ini segar, enteng, lucu, dengan ungkapan-ungkapan spontanitas yang gaul; bermakna karena isi atau nilai-nilai yang terkandung di dalamnya menyangkut esensi kehidupan bersama dalam sebuah keluarga, meski dengan cara penyampaian yang santai (justru dengan cara seperti inilah nilai-nilai itu tanpa disadari telah masuk ke dalam alam bawah sadar pembaca dengan sendirinya tanpa merasa digurui). Hidup yang memang realitanya berat, disikapi dengan santai dan enteng dalam cerpen ini.
Banyak hal yang dapat ditelaah dari cerpen-cerpen Kurniawan Junaedhie ini, misalnya settingnya, penokohannya, alurnya, gaya penceritaannya, temanya, bagian-bagian ceritanya, kesan umumnya, dan seterusnya, tetapi yang sangat menarik dari semua itu adalah tokohnya. Tiga kali membaca cerpen-cerpen ini saya mendapatkan kesegaran jiwa yang betul-betul mengesankan karena keunikan dan kekocakan tokoh-tokohnya, teristimewa tokoh aku. Setiap mengingat tokoh-tokoh yang ada di dalam cerpen ini saya tersenyum sendiri, betapa piawai pengarang cerpen ini mengimajinasikan tokoh ciptaannya yang begitu lucu, unik, penuh kejutan, dan tak terduga. Kadang romantis, kritis, rindu kebebasan, penuh perjuangan, tetapi tak kurang tokoh-tokoh itu kadang-kadang nyeleneh, luweh-luweh, cuek bybeh, santai dalam menanggapi persoalan hidup, dan masih ada lagi tokoh unik lainnya, misalnya tokoh yang bisa berkomunikasi dengan alam gaib...seperti tak pernah kering imajinasi dan kreativitasnya.
Menurut Herman J Waluyo (2011) jo Tarigan (1984) ciri utama cerpen adalah singkat, padu, dan ringkas (brevity, unity, intensity); memiliki unsur berupa adegan, tokoh, dan gerakan (scene, character, and action); bahasanya tajam, sugestif, dan menarik perhatian (incisive, suggestive, and alert); mengandung impresi pengarang tentang konsepsi kehidupan; memberikan efek tunggal dalam pikiran pembaca; mengandung detil dan insiden yang betul-betul terpilih; ada pelaku utama yang benar-benar menonjol dalam cerita; dan menyajikan kebulatan efek dan kesatuan emosi. Apa yang diteorikan di atas sudah ter-realisasikan dalam cerpen-cerpen Opera Sabun Colek ini. Marilah saya ajak pembaca untuk menguliti beberapa cerpen di dalamnya. (Tentu lebih puas jika pembaca menikmati langsung cerpennya, karena bisa tersenyum-senyum membayangkan perilaku tokoh aku dalam beberapa cerpen di sini).
Ketika saya membaca cerpen “Suatu Hari Ingin Meninggalkan Susan”, yang terekam dalam ingatan saya adalah sepasang suami isteri yang masing-masing mempunyai character berlainan namun saling mencintai. Sang suami, tokoh ‘aku’ merasa sudah banyak beban kerjanya tetapi selalu saja direcoki oleh urusan isteri yang remeh temeh, dicemburui, dicueki, sampai akhirnya ingin meninggalkan isterinya untuk selama-lamanya. Di luar dugaan, sang isteri sangat santai menanggapinya, bahkan dengan enteng mempersilahkan si aku untuk menuruti keinginannya. Dan setelah direnung-renungkan, si aku ternyata tak mampu meninggalkan isterinya, bahkan ingin mengajaknya ke ujung dunia..
“Menyadari resiko berpisah dengan isterinya, si aku mengatakan, “Tunggu. Lupakan ucapan-ucapanku yang tadi. Yang benar, aku mencintaimu. Sangat. Dan karena takut isterinya terlanjur ngambek, si aku segera menelponnya. Sambil menunggu telepon diangkat, si aku merasa menyesal sungguh-sungguh. Kenapa aku harus meninggalkannya?. Kenapa aku pergi tanpa mengajaknya?. Kenapa aku pergi tak memberi tahu sebelumnya? Kenapa aku harus berpisah dengannya?. Gila. Mestinya semalam aku bilang, besok kita jalan yuk. Ke Kroya. Ke korea. Ke Kairo. Ah itu pasti sebuah kejutan baginya....”
Cerpen lain, berjudul “Hidup ini Indah”, juga menampilkan tokoh yang unik. Si aku ingin membunuh isterinya dengan senapan, namun senapan itu justru yang membuat mereka berdua berpelukan erat karena ketika menyalak tetangganya gempar dan si isteri rupa-rupanya tidak mau berurusan dengan parapihak, maka seolah tak terjadi sesuatu, mereka berpelukan erat. Cerpen “Opera Jakarta” juga menmapilkan tokoh yang unik, bahkan absurd. Seorang pejabat yang sudah mati terbunuh tetapi masih bisa berkata-kata dan membayangkan apa yang sedang dialaminya. Di cerpen ini liku-liku kerja wartawan dipaparkan. Bagaimana seharusnya mewawancara yang baik. Bagaimana menghadapi masalah-masalah yang tiba-tiba, dan seterusnya. Dalam cerpen “Perempuan Beraroma Melati” mengisahkan betapa susah dan sulitnya mendapatkan hak sehat, hak pelayanan kesehatan yang layak, hak dimanusiakan sebagai manusia. Di cerpen ini kita juga disuguhi bagaimana beratnya beban psikhologis jika menghadapi kematian orang-orang yang kita cintai. Dalam cerpen “Kita Tidak Berjodoh, Sayang” pembaca disuguhi kisah menarik. Intinya, hidup tak perlu didramatisir.
Semua cerpen menyuguhkan cerita yang menarik, yang mengandung pesan kuat bahwa hidup ini tidak perlu disikapi dengan ekstrim-ekstriman. Antara suami isteri tidak perlu saling mencampuri urusan masing-masing, karena persoalan yang kecil sekalipun dapat menjadi penyebab pertengkaran. Lebih elok jika saling mendukung, tanpa mendominasi satu sama lain. Tidak perlu over protektif karena sesungguhnya alam sudah menyediakan segala kemungkinan yang saling terkait dengan sebab dan akibat. Hidup itu sendiri sudah suntuk dan kita perlu mengubahnya menjadi indah tur wangi dengan kreativitas kita. Inilah antara lain nilai-nilai yang dapat dipetik dari cerpen-cerpen Kurniawan Junaedhie yang berjudulOpera Sabun Colek. Disampaikan dengan gaya kocak, bahasa yang segar, dengan ungkapan-ungkapan gaul khas anak muada yang membikin kita awet muda.
Saya teringat kisah kawan saya yang kuliah di Jerman. Katanya, ibu-ibu di Jerman, jika belanja di pasar pasti membeli buku yang akan disantap setelah makan siang atau makan malam. Setiap belanja makanan, tidak lupa menyelipkan satu buku yang akan dibaca setetah makan. Buku-buku seperti Opera Sabun Colek inilah kiranya yang layak dibeli untuk dibaca oleh para ibu untuk keluarga mereka seteleh makan, karena buku seperti ini enak dibaca dan langsung menumbuhkan imajinasi baru yang berguna bagi penyegaran rohani kita setelah suntuk dalam dunia kerja. Opera Sabun Colek sungguh-sungguh menghibur dan mencerdaskan.
Klaten, 27 Desember 2013
Esti Ismawati.
Opera Sabun Colek merupakan buku kumpulan 12 cerpen karya Kurniawan Junaedhie (Kosa Kata Kita, Jakarta, 2011) yang bercerita tentang kehidupan di kota besar, yang ditulis dengan gaya lugas dan cerdas. Cerpen-cerpen ini layak diapresiasi di tengah sumpeknya kehidupan dunia karena dililit persoalan-persoalan ekonomi, sosial, budaya, dan hankam yang tiada habisnya. Sebagai salah satu bentuk cipta sastra, cerpen-cerpen Kurniawan Junaedhie yang terkumpul dalam Opera Sabun Colek ini tentu mendukung fungsi sastra pada umumnya, yakni dulce et utile, indah dan bermakna. Indah karena bahasa yang digunakan dalam cerpen-cerpen ini segar, enteng, lucu, dengan ungkapan-ungkapan spontanitas yang gaul; bermakna karena isi atau nilai-nilai yang terkandung di dalamnya menyangkut esensi kehidupan bersama dalam sebuah keluarga, meski dengan cara penyampaian yang santai (justru dengan cara seperti inilah nilai-nilai itu tanpa disadari telah masuk ke dalam alam bawah sadar pembaca dengan sendirinya tanpa merasa digurui). Hidup yang memang realitanya berat, disikapi dengan santai dan enteng dalam cerpen ini.
Banyak hal yang dapat ditelaah dari cerpen-cerpen Kurniawan Junaedhie ini, misalnya settingnya, penokohannya, alurnya, gaya penceritaannya, temanya, bagian-bagian ceritanya, kesan umumnya, dan seterusnya, tetapi yang sangat menarik dari semua itu adalah tokohnya. Tiga kali membaca cerpen-cerpen ini saya mendapatkan kesegaran jiwa yang betul-betul mengesankan karena keunikan dan kekocakan tokoh-tokohnya, teristimewa tokoh aku. Setiap mengingat tokoh-tokoh yang ada di dalam cerpen ini saya tersenyum sendiri, betapa piawai pengarang cerpen ini mengimajinasikan tokoh ciptaannya yang begitu lucu, unik, penuh kejutan, dan tak terduga. Kadang romantis, kritis, rindu kebebasan, penuh perjuangan, tetapi tak kurang tokoh-tokoh itu kadang-kadang nyeleneh, luweh-luweh, cuek bybeh, santai dalam menanggapi persoalan hidup, dan masih ada lagi tokoh unik lainnya, misalnya tokoh yang bisa berkomunikasi dengan alam gaib...seperti tak pernah kering imajinasi dan kreativitasnya.
Menurut Herman J Waluyo (2011) jo Tarigan (1984) ciri utama cerpen adalah singkat, padu, dan ringkas (brevity, unity, intensity); memiliki unsur berupa adegan, tokoh, dan gerakan (scene, character, and action); bahasanya tajam, sugestif, dan menarik perhatian (incisive, suggestive, and alert); mengandung impresi pengarang tentang konsepsi kehidupan; memberikan efek tunggal dalam pikiran pembaca; mengandung detil dan insiden yang betul-betul terpilih; ada pelaku utama yang benar-benar menonjol dalam cerita; dan menyajikan kebulatan efek dan kesatuan emosi. Apa yang diteorikan di atas sudah ter-realisasikan dalam cerpen-cerpen Opera Sabun Colek ini. Marilah saya ajak pembaca untuk menguliti beberapa cerpen di dalamnya. (Tentu lebih puas jika pembaca menikmati langsung cerpennya, karena bisa tersenyum-senyum membayangkan perilaku tokoh aku dalam beberapa cerpen di sini).
Ketika saya membaca cerpen “Suatu Hari Ingin Meninggalkan Susan”, yang terekam dalam ingatan saya adalah sepasang suami isteri yang masing-masing mempunyai character berlainan namun saling mencintai. Sang suami, tokoh ‘aku’ merasa sudah banyak beban kerjanya tetapi selalu saja direcoki oleh urusan isteri yang remeh temeh, dicemburui, dicueki, sampai akhirnya ingin meninggalkan isterinya untuk selama-lamanya. Di luar dugaan, sang isteri sangat santai menanggapinya, bahkan dengan enteng mempersilahkan si aku untuk menuruti keinginannya. Dan setelah direnung-renungkan, si aku ternyata tak mampu meninggalkan isterinya, bahkan ingin mengajaknya ke ujung dunia..
“Menyadari resiko berpisah dengan isterinya, si aku mengatakan, “Tunggu. Lupakan ucapan-ucapanku yang tadi. Yang benar, aku mencintaimu. Sangat. Dan karena takut isterinya terlanjur ngambek, si aku segera menelponnya. Sambil menunggu telepon diangkat, si aku merasa menyesal sungguh-sungguh. Kenapa aku harus meninggalkannya?. Kenapa aku pergi tanpa mengajaknya?. Kenapa aku pergi tak memberi tahu sebelumnya? Kenapa aku harus berpisah dengannya?. Gila. Mestinya semalam aku bilang, besok kita jalan yuk. Ke Kroya. Ke korea. Ke Kairo. Ah itu pasti sebuah kejutan baginya....”
Cerpen lain, berjudul “Hidup ini Indah”, juga menampilkan tokoh yang unik. Si aku ingin membunuh isterinya dengan senapan, namun senapan itu justru yang membuat mereka berdua berpelukan erat karena ketika menyalak tetangganya gempar dan si isteri rupa-rupanya tidak mau berurusan dengan parapihak, maka seolah tak terjadi sesuatu, mereka berpelukan erat. Cerpen “Opera Jakarta” juga menmapilkan tokoh yang unik, bahkan absurd. Seorang pejabat yang sudah mati terbunuh tetapi masih bisa berkata-kata dan membayangkan apa yang sedang dialaminya. Di cerpen ini liku-liku kerja wartawan dipaparkan. Bagaimana seharusnya mewawancara yang baik. Bagaimana menghadapi masalah-masalah yang tiba-tiba, dan seterusnya. Dalam cerpen “Perempuan Beraroma Melati” mengisahkan betapa susah dan sulitnya mendapatkan hak sehat, hak pelayanan kesehatan yang layak, hak dimanusiakan sebagai manusia. Di cerpen ini kita juga disuguhi bagaimana beratnya beban psikhologis jika menghadapi kematian orang-orang yang kita cintai. Dalam cerpen “Kita Tidak Berjodoh, Sayang” pembaca disuguhi kisah menarik. Intinya, hidup tak perlu didramatisir.
Semua cerpen menyuguhkan cerita yang menarik, yang mengandung pesan kuat bahwa hidup ini tidak perlu disikapi dengan ekstrim-ekstriman. Antara suami isteri tidak perlu saling mencampuri urusan masing-masing, karena persoalan yang kecil sekalipun dapat menjadi penyebab pertengkaran. Lebih elok jika saling mendukung, tanpa mendominasi satu sama lain. Tidak perlu over protektif karena sesungguhnya alam sudah menyediakan segala kemungkinan yang saling terkait dengan sebab dan akibat. Hidup itu sendiri sudah suntuk dan kita perlu mengubahnya menjadi indah tur wangi dengan kreativitas kita. Inilah antara lain nilai-nilai yang dapat dipetik dari cerpen-cerpen Kurniawan Junaedhie yang berjudulOpera Sabun Colek. Disampaikan dengan gaya kocak, bahasa yang segar, dengan ungkapan-ungkapan gaul khas anak muada yang membikin kita awet muda.
Saya teringat kisah kawan saya yang kuliah di Jerman. Katanya, ibu-ibu di Jerman, jika belanja di pasar pasti membeli buku yang akan disantap setelah makan siang atau makan malam. Setiap belanja makanan, tidak lupa menyelipkan satu buku yang akan dibaca setetah makan. Buku-buku seperti Opera Sabun Colek inilah kiranya yang layak dibeli untuk dibaca oleh para ibu untuk keluarga mereka seteleh makan, karena buku seperti ini enak dibaca dan langsung menumbuhkan imajinasi baru yang berguna bagi penyegaran rohani kita setelah suntuk dalam dunia kerja. Opera Sabun Colek sungguh-sungguh menghibur dan mencerdaskan.
Klaten, 27 Desember 2013
Esti Ismawati.