09 Maret 2017

KETIKA NYAWA BERGANTUNG DI LANGIT TINGGI

Burung besi yang tampak letih itu, 
terbang bergemuruh membelah angkasa raya.
Aku di dalamnya,
30 mil tingginya
dari atas permukaan laut.
Lorong sepi tanpa pramugari
Suara mesin bergemuruh di dalam kabin.
Di jendela, langit maha luas
dan awan gulung-gemulung bertaburan

Aku terkulai kelu di tempat dudukku
Bangku sebelah kosong membeku.
Sebuah novel thriller terbuka di pangkuan
Wajahmu berkelebat dalam ingatan.
Aku tersedu saat menyadari,  betapa serunya hidup
sementara  --bersama nyawaku, --
aku kini tengah bergelantungan di langit tinggi.


Teringat Kiai Zawawi, dari Madura,
yang memeluk kitab tasawuf

saat di atas pesawat, di atas Persia.

Pesawat terus melaju, dan menderu-deru.
Entah ke mana, entah ke mana dia menuju
Aku pasrah, menatap langit-langit pesawat
yang berderak-derak


Kudukku mulai menciut.
Terbayang, ada ribuan piranha di bawah sana
sedang membuka rahangnya.

Jangan-jangan juga akan muncul --masya Allah--
seseorang dari balik kokpit dan
mememberondongkan senjatanya.


Di angkasa inibegitu ujar pak Kiai, ruh seperti cuma separuh.
Benar. Pak Kiai benar.
Aku meratap.
Terasa pilu.




2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar