14 Mei 2009

SEMBRONO ATAU HUMAN ERROR?

Dear Journalist,

Ada rubrik tetap tapi tak pernah masuk daftar isi, apa hayo? Jawabnya: rubrik Ralat!

Tak hanya itu, rubrik ini bahkan merupakan rubrik yang ada di media cetak mana saja: majalah, tabloid, suratkabar harian bahkan televisi dan radio. Dan itu hanya menunjukkan bahwa tak satu pun media yang bebas dari kesalahan, baik yang sepele maupun yang fatal.

Mungkin Anda tidak bertanggungjawab sepenuhnya atas kesalahan itu. Sebab mungkin kesalahan terjadi waktu naskah berita Anda mengalami proses pra-cetak. Bisa saja. Toh harus Anda akui, Anda juga banyak melakukan kesalahan-kesalahan yang mestinya tak perlu terjadi.

Berikut isi rubrik ralat yang kami jumpai di media Anda. Sori ya, kalau contoh-contohnya agak lama.

1. Dalam tulisan "Ihdinas Siraatal Mustaqim", tertulis kata, "kata ayah tiga anak itu," seharusnya, "kata ayah dua putri itu." Maaf.
2. Dalam tulisan "Dengung Aum di Gunung Fuji", ada beberapa kesalahan, antara lain, tertulis, "Wanita berusia 34 tahun itu diangkat sebagai Menteri Kesehatan," Seharusnya, "Pria berusia 34 tahun...." (Bisa dibaca di Gatra, 20 Mei 1995)

Ada lagi jenis kesalahan yang Anda sebut sebagai 'kesalahan teknis'.

Di situ Anda menjelaskan,
"...di rubrik Wawancara, telah terjadi kesalahan teknis. Judul untuk wawancara kami dengan Ali Moersalam tersebut "hilang". Seharusnya tertulis: Saya Menjagokan Ketua Umum Golkar. Kami mohon maaf kepada pembaca dan Bapak Ali Moersalam, atas kesalahan tersebut." (Bisa dibaca di Tiras No., 38 19 Oktober 1995)

Apakah ini bisa kami golongkan sebagai kesalahan manusiawi yang bersifat human eror ?
Lalu bagaimana pula dengan kesalahan seperti di bawah ini ?

1. Anda menulis profil seorang tokoh, tanpa pernah mewawancarainya. Tentu saja orang itu membantah, karena merasa tidak diwawancarai. Rupanya Anda memang tidak pernah bertemu dengan orang tersebut, melainkan hanya bertemu dengan keponakan dan sopirnya. Akibatnya, tulisan Anda salah total, bahkan Anda dituduh mencemarkan nama baiknya, karena narasumber Anda memang tidak kredibel. (Baca Gatra, 6 Mei 1995)
2. Di tengah isyu pergantian Ketua Mahkamah Agung Purwoto Suhadi Gandasubrata, dengan rasa percaya diri, Anda menulis, "Berbagai harapan dan sinisme mengikuti peralihan Ketua Mahkamah Agung dari Purwoto Suhadi Gandasubrata ke M. Djaelani." (Baca Forum Keadilan, 27 Oktober 1994) Astaganaga. Siapa M Djaelani? Bukankah yang benar Soejono? Apakah ini juga Anda golongkan sebagai human error ?


Salam kompak,
Khalayak Anda