28 Desember 2014

SURAT YANG DISERTAI PISAU



Suratmu sudah tiba semalam. Ada isak tangis, dan sebilah pisau menyertainya.  Aku membacanya berulang-ulang  sambil tiduran: membayangkan tanganmu yang sedang menuliskan dan wajahmu yang selalu hidup dalam ingatan. (Tapi kenapa sebilah pisau kauselipkan, dan sederet tangis kau kirimkan?)

Sambil meraba dada kiri, aku coba memahami suratmu. Memahami kata-katamu, dan semua hal ikhwal yang serba tidak kekal.

Lambat laun aku pun mulai bisa menyelami. Tak ada yang abadi di dunia ini. Rambut hitam jadi putih, langit biru jadi legam, yang pergi bisa tak kembali. (Ingatan itu fana 'kan. Kenangan itu abadi?)

Dan sekarang kulipat  suratmu.  Tolong, bila mengirim surat baru untukkujangan lagi sertakan pisau dan isak tangismu. Aku ingin bisa menghibur hatiku, dan menyenangkan hari2mu. 

Desember 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar