Tak henti jua memungut ranting kering yang dingin
dan daun-daun coklat yang kehilangan angin
dari tiap penjuru kebun hijau
pohonan risik dan burung berkicau
saat angin melawat dalam igau
dan langit tak henti memantau
doa-doa dianyam dalam kacau
berapa lama kau mengelilingi ini kebun
pada hamparan rumput yang mengirim kerlip
embun,
engkaukah ikut menyapu, daunan kering di taman
firdaus
saat Adam dan Hawa diusir tanpa kenakan kaus ?
bilakah Tukang Kebun sejati akan datang
memisahkan antara ranting-ranting cinta
yang hijau dan bertunaskan setia
yang biru untuk disemai
hingga saatnya berderai
menjadi bunga-bunga firdausi
dengan tumpukan ranting-ranting kering
yang akan dibakar
karna tak pernah memantulkan hening dan sinar?”
Ciledug 2010
(Dimuat dalam antologi puisi 17 PenyairIndonesia: SENANDOENG RADJA KETJIL, terbit Agustus 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar