31 Agustus 2009

Wartawan Penyair di Antologi The Fifties Selection

IstCikini, Warta Kota

Puisi harus mampu berkomunikasi dengan pembacanya, pesan-pesan yang disampaikan hendaknya memiliki semacam kode pembuka untuk mudah dipahami.

Menurut pengajar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Maman S Mahayana, ciri itulah yang dimiliki penyair yang karyanya dimuat dalam Antologi 20 Penyair The Fifties Selection yang diluncurkan di PDS HB Jassin, Cikini, Jumat (17/7).

Acara yang dimeriahkan dengan pembaca puisi oleh 12 penyair yang hadir, dimeriahkan dengan kehadiran Rizal Ramli, yang ikut membaca puisi bersama penyair senior HK Usman dan Diah Hadaning. Juga tampil sastrawan Gerson Poyk.

Buku yang disunting Hendry Ch Bangun terbitan Pustaka Spirit itu memuat 165 puisi karya Adhie M Massardi, Adri Darmaji Woko, Afrizal Anoda, Anny Djati W, Aryana SR, Dharmadi, Eka Budianta, Fakhrunnas MA Jabbar, Fatchurrahman Soehari, Hendry Ch Bangun, Heryus Saputro, Kurniawan Junaedhi, Linda D Djalil, MH Giyarno, Noorca M Massardi, Remy Soetansyah, Saut Poltak Tambunan, Sutan Iwan Soekri Moenaf, Syafrudin Pernyata, dan Wahyu Wibowo.

Kesamaan mereka adalah pengarang, penyair, cerpenis, atau wartawan yang berkarya sejak tahun 1970-an atau 1980-an, lahir di tahun 1950-an, dan berusia 50-an.

Menurut Maman, karya mereka ini berbeda dengan kecenderungan puisi angkatan tahun 1970-an yang dimotori Soetardji Calzoum Bachri atau Abdul Hadi WM karena tidak mau mengekor dan ingin melepaskan diri dari bayang-bayang pendahulu.

“Mereka lahir dan membesar dalam lingkaran kelompok yang membaca, yang menyadari bahwa kreativitas menuntut wawasan, pengetahuan, informasi lain dari teks-teks lain. Mereka kelompok yang membaca, yang aktivitas diskusinya dimanfaatkan untuk saling menyebarkan wawasan sambil sekalian sharing gagasan,” kata Maman.

Dari 20 penyair di atas, tidak kurang dari 10 orang yang terjun ke dunia jurnalistik dan berprofesi sebagai wartawan, bahkan ada yang menjalaninya sampai saat ini. Bidang pekerjaan ini turut memberi warna dalam puisi-puisi mereka, yang kontekstual dengan situasi dan kondisi sosial politik di Tanah Air. (*)

(Dimuat Warta Kota, Sabtu, 18 Juli 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar