06 Maret 2008

Valentine dan dr. Parlin

Saya belum cerita, ya, persis malam Valentines Day tanggal 13 Februari, kami --saya dan Maria-- begadangan. Di rumah banyak orang. Lampu teras nyala. Dua buah neon dinyalakan. Ada hajat apa? Langganan rutin tahunan. Kami lembur, karena order bunga untuk Valentine's Day cukup banyak. Ini hajat Maria, yang empunya indokado.com.

Seperti juga tahun-tahun sebelumnya (kami sudah mengalami 8 kali Valentines Day, sejak indokado.com didirikan tahun 1999), setiap menjelang tanggal 14 Februari kami mendapat karunia Tuhan: order rangkaian bunga begitu banyak. Menjadi dramatis, karena order sebanyak ratusan bahkan mencapai seribu order lebih bunga, harus kami kirim dalam satu hari saja, yaitu pada tanggal 14 Februari itu.

Kalau Lebaran, Natal, Imlek, atau Tahun Baru mah sipil. Lebaran jatuh tanggal 12, kami bisa kirim mulai dari tanggal 10 sampai tanggal 19, misalnya. Begitu juga Natal, Imlek atau Tahun Baru. Kalau Valentines Day, harus, kudu, tidak bisa tidak, harus bisa dan sanggup dikirim hari itu juga, biar banjir, gempa atau guntur menderu-deru.

Seperti tahun lalu, kami kebanjiran order. Andi, ipar saya yang selama ini jadi Direktur Operasional di nursery saya, hari itu saya tarik, dan saya BKO-kan ke rumah, membantu, terutama dalam mengatur rute perjalanan kurir. Heri, driver toekangkeboen juga saya tarik mendampingi Hapid, driver indokado sekaligus membantu armada kurir. (Hampir belasan kurir kami hire untuk event itu).

Jadi, malam itu kami begadangan, ditemani martabak, nasi goreng, minuman ekstra joss dan rokok yang berkepul-kepul. Maria sendiri tetap di depan laptop, duduk di ruang keluarga, terus mencek order yang terus masuk sampai dinihari, dari mancanegara.

Dia juga harus menerima telepon yang terus berdering-dering. Saat itu juga, kru Trans TV memaksa untuk meliput kegiatannya. (Acara itu disiarkan di Jelang Siang pukul 12.00 WIB tanggal 14 Februari persis Hari Valentine).

Pagi tanggal 14, Hapid dan Heri mengangkut rangkaian bunga ke beberapa service point di mana para kurir sudah menunggu. Begitulah, karena kami memang sudah berpengalaman, pengiriman berhasil dilakukan secara serentak tanpa gangguan sedikit pun. Kebetulan cuaca juga bersahabat. Tidak hujan, tidak ada air laut pasang di Jakarta dan tidak ada gempa. Alhamdulillah. Puji Tuhan. Ada sih yang komplain, tapi tidak significant. Paling nanya, kok belum nyampe dlsb. Ika dan Iyah di bagian customer service yang meladeni.

Nah, akibatnya, beberapa hari kemudian, --tepatnya 2 minggu lalu-- Maria sakit. Dia diharuskan dokter Hilda untuk bedrest. Dia sampai diambil darahnya sampai dua kali. Tapi dia tetap bedrest. Jadi saya kesal. Kenapa tidak ada perubahan? Maria sempat tersinggung, dikira say amenuduhnya berpura-pura sakit, jadi sayamarah-marah. Saya bilangs aya tidak marah sama dia, tapi marah sama dokternya, kenapa sudah dua minggu tetap harus bedrest dan tidak kunjung ada perbaikan. Mau saya, dia protes.

Kemarin, Senin, saya temani dia ke RS Siloam, ketemu dokter Parlin, internist. Dia minta Maria dicek lagi darahnya untuk bagian-bagian tertentu. Esoknya dengan hasil lab itu kami datang ke dokter Parlin lagi. Apa yang terjadi?***